Jumat, 13 November 2015

Teori Belajar Behaviorisme



MAKALAH
PSIKOLOGI BELAJAR
TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
imagesIAINIAIN.jpg

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5 (LIMA)
YULIANA                                         :           ( 15.1.12.9.005 )
                                    RIJLAEN DIANA RATNA DEWI            :           ( 15.1.12.9.027 )
NURUL HIDAYAH                         :           ( 15.1.12.9.029 )
MASRUROTUSSANI                     :           ( 15.1.12.9.039 )


S1 PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2013
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan rahim-Nya yang telah dilimpahkan, taufiq dan hidayah-Nya dan atas segala kemudahan yang telah diberikan sehingga penyusunan makalah Psikologi Belajar yang berjudul “Teori Belajar Behaviorisme (Tingkah Laku)” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
            Shalawat terbingkai salam semoga abadi terlimpahkan kepada sang pembawa risalah kebenaran yang semakin teruji kebenarannya baginda Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabat, serta para pengikutnya. Semoga syafa’atnya selalu menyertai kehidupan ini.
Setitik harapan dari penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta bisa menjadi wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki, untuk itu, penulis mengharapkan dan menerima segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Akhirnya hanya kepada Allah SWT., jualah penulis memohon Rahmat dan Ridho-Nya.
Wassalam.

Mataram,    Arpil 2013

Penyusun







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
1.1  Latar Belakang....................................................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah.................................................................................................................. 1
1.3  Tujuan.................................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
2.1  Pengertian dan Konsep Dasar Teori Belajar Behaviorisme................................................... 3
2.2  Tokoh-Tokoh  Aliran Behaviorisme dan Pandangannya Dalam Teori Belajar...................... 4
2.3  Analisis Tentang Teori Behaviorisme.................................................................................... 9
2.4  Aplikasi Teori Behaviorisme dalam Proses Pembelajaran...................................................... 11
2.5   Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Behaviorisme........................................................ 13
BAB III PENUTUP................................................................................................................... 15
3.1  Kesimpulan............................................................................................................................ 15
3.2  Saran...................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 17







BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Perilaku atau behavior dari peserta didik dan pendidik merupakan masalah penting dalam psikologi pendidikan. Perilaku peserta didik agar dapat menguasai dan atau memahami sesuatu, merupakan upaya diri pesert didik sesuai dengan pengertian bahwa peserta didik adalah proses pendewasaan (dari ketidak-dewasaan menjadi dewasa). Adapun pendidik berupaya agar dapat memahami atau dikuasai oeh peserta didik yang belum dewasa.
Perilaku sebelum menguasai atau memahami dibandingkan dengan perilaku sesudah menguasai atau memahami merupakann objek pengamatan dari kelompok behavioris. Perilaku dapat berupa sikap, ucapan, dan tindakan seseorang sehingga perilaku ini merupakan bagian dari psikologi dinamis. Pikologi dinamis adalah psikologi yang khusus menggarap masalah tenaga batin, dorongan dan motif yang mempengaruhi perilaku orang-seorang ataupun  kelompok.
Salah satu pungsi psikologi pendidikan adalah dasar perilaku menusia. Pendidikan berupaya mengembangkan perilaku kehidupan yang baik. Pendekatan periaku ini melahirkan beberapa teori dan konsep dari banyak peneliti. Psikologi behaviorisme merupakan salah satu dari tiga aliran psikologi pendidikan yang tumbuh dan berkembang secara beruntun dari periode ke periode. Alam perkembangan aliran psikologi tersebut bermunculan teori belajar, dalam makalah ini akan dipaparkan lebih jelas tentang teori belajar behaviorisme.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian dan  Konsep dasar teori belajar behaviorisme?
2.      Siapa saja Tokoh- tokoh dan bentuk pemikirannya yang berpengaruh dalam teori belajar behaviorisme?
3.      Bagaiman analisa tentang teori Behaviorisme?
4.      Bagaimana aplikasi teori behaviorisme dalam proses pembelajaran?
5.      Apa  Keunggulan dan Kelemahan Teori belajar Behaviorisme ?

1.3  Tujuan
1.3.1        Untuk memahami pengertian dan konsep dasar teori belajar behaviorisme
1.3.2        Untuk mengetahui tokoh-tokoh dan bentuk pemikirannya yang berpengaruh dalam teori belajar behaviorisme
1.3.3        Untuk mengetahui analisis tentang teori behaviorisme
1.3.4        Untuk dapat mengaplikasikan teori behaviorisme dalam proses pembelajaran
1.3.5        Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori behaviorisme















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Konsep Dasar Teori Belajar Behaviorisme
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Teori belajar behaviorisme adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.  Teori kaum behavioris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam konsep Behavior, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat di ubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar.
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Teori-teori dalam rumpun ini sangat bersifat molekular, karena memandang kehidupan individu terdiri atas unsur-unsur seperti halnya molekul-molekul. Ada beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu :
-          Mementingkan faktor lingkungan
-          Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
-          Bersifat mekanis
-          Mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil
-          Mementingkan pembentukan reaksi atau respons
-          Menekankan pentingnya latihan  
-          Mementingkan mekanisme hasil belajar
-          Mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavior dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
2.2 Tokoh-Tokoh  Aliran Behaviorisme dan Pandangannya dalam Teori Belajar
            Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku, tidak lain adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami oleh siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil dari interaksi antara stimulus dan respons. Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini antara lain :  Pavlov, Thorndike, (1911); Watson, (1963); Hull, (1943); Guthrie dan Skinner, (1968).
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia. Ia mengemukakan bahwa dengan menerapkan strategi ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respons yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Pavlov mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan.
Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike salah seorang pendiri aliran tingkah laku, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respons. Thorndike menggambarkan proses belajar sebagai proses pemecahan masalah. Dalam penyelidikannya tentang proses belajar, pelajar harus diberi persoalan, dalam hal ini Thorndike melakukan eksperimen dengan menggunakan box yang disebut dengan problembox.
Prosedur eksperimennya adalah membuat agar setiap binatang lepas dari kurungannya sampai ke tempat makanan. Dalam hal ini thornike menggunakan kucing dan memasukkannya kedalam kurungan, konstruksi pintu kurungan itu dibuat sedemikan rupa, sehingga kalau kucing menyentuh tombol tertentu pintu kurungan akan terbuka dan kucing akan keluar dan mencpai makanan (daging) yang ditempatkan diluar kurungan itu sebagai hadiah atau daya penarik kucing yang lapar. Pada usaha yang pertama kucing itu melakukan bermacam-macam geakan yang kurang relevan bagi pemecahan problemnya, seperti mencakar, menubruk,dsb, hingga kemudian menyentuh tombol dan terbuka namun waktunya lama. Percobaan tersebut dilakukan berulang-ulang, ternyata paada usaha berikut-berikutnya waktu yang dibutuhkan makin singkat. Thornike menafsirkan “kucing itu sebenarnya tidak mengerti cara melepaskan diri, tapi dia belajar mencamkan respons yang benar dan menghilangkan respons yang salah. Atas dasar percobaan di atas, Thorndike menemukan hukum-hukum belajar :
a.       Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
Hukum ini menunjukkan keadaan-keadaan diamana pelajar cenderung untuk mendapatkan kepuasan atau ketidakpuasan, menerima atau menolak sesuatu. Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosaiasi cenderung diperkuat. Jadi, sebenarnya rediness itu adalah persiapan untuk bertindak, ready to act. Ilustrasi hukum tersebut :
-          Hewan mengejar mangsanya, siap untuk menerkap dan memangsanya
-          Seorang anak melihat sesuatu barang yang sangat menarik di kejauhan, siap untuk menghapirinya, memegangnya, dan memainkannya.
b.      Hukum Latihan (Law of exercise)
Hukum latihan akan menyebabkan makin kuat atau makin lemah hubungan S-R. Semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat, dan akan menjadi lemah apabila latihan-latihan atau penggunaan dihentikan. Hukum ini sebenarnya tercermin dalam perkataan repetioest mater studiorum atau practice makes perfect.
c.       Hukum akibat ( Law of effect )
Hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Rumusan tingkat hukum akibat adalah bahwa suatu tindakan yang disertai hasil menyenangkan cenderung untuk dipertahankan dan pada waktu lain akan diulangi. Jadi hukum akibat menunjukkan bagaimana pengaruh hasil suatu tindakan bagi perbuatan serupa.
Yang dimasud Thornike dalam teorinya, sederhananya adalah “ Hadiah atau sukses akan berakibat dilanjutkan atau diulanginya perbuatan yang membawa hadiah atau sukses itu, sednag hukuman atau kegagalan akan mengurangi kecederungan untuk mempertahankan atau mengulangi tingkah laku yang membawa hukuman atau kegagalan.
John B Watson
Menurut Watson, pelopor aliran behaviorisme yang datang sesudah Thornike belajar merupakan proses terjadi refleks atau respons bersyarat melalui stimulus pengganti. Manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi emosional berupa takut, cinta dan marah. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan stimulus respons baru melalui conditioning. Ia mengadakan eksperimen tentang perasaan takut pada anak dengan menggunakan tikus atau kelinci. Dari hasil percobaan dapat ditarik kesimpulan bahwa perasaan taut pada anak daapat diubah atau dilatih. Anak-anak pada mulanya tidak takut pada kelinci, dibuat menjadi takut pada kelinci. Kemudian anak tersebut dilatih pula sehingga tidak menjadi takut lagi pada kelinci.
Menurut teori conditioning yang terpenting adalah latihan yang kontinu, dan yan diutamakan adalah belajar yang terjadi secara otomatis. Teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga merupakan hasil conditioning, yaitu latihan atau kebiasaan bereaksi terhadap syarat atau perangsang tertentu yang dialami dalam kehidupannya.
Clark Hull
Clar Hull mengemukakan konsep pokok teorinya yang sangat dipengaruhi oleh teori evolusinya Charles Darwin. Bagi Hull, tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu dalam teori hull, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull (1943,1952), kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan, seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri dan sebagainya. Stimulus hampis selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini, meskipun respons mungkin bermacam-macam bentuknya.
Edwin Guthrie
Edwin Guthrie mengemukakan teori kontiguiti yang memandang bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan respons tertentu. Selanjutnya ia berpendirian bahwa hubungan antara stimulus dengan respons merupakan faktor kritis dalam belajar. Oleh karena itu, diberikan pemberian stimulus yang sering agar hubungan lebih langgeng. Selain itu, suatu respons akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) apabila respons tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kebiasaan merokok sulit ditinggalkan. Hal ini dapat terjadi karena perbuatan merokok tidak hanya berhubugan dengan satu macam stimulus (misalnya kenikmatan merokok), tetapi juga dengan stimulus lain seperti minum kopi, berkumpul dengan teman, ingin tampak gagah, dll.
            Guthrie juga mengemukakan bahwa “hukuman” memegang peran penting dalam proses belajar. Menurutnya sesuatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh : seorang anak perempuan yang setiap kali pulang sekolah, selalu mencampakkan topi dan bajunya di lantai. Kemudian ibunya meyuruh agar topi dan bajunya dipakai kembali oleh anaknya, lalu kembali keluar dan masuk rumah kembali  sambil menggantungkan topi dan bajunya di tempat gantungannya. Setelah beberapa kali melakukan itu, respons menggantungkan baju menjadi terasosiasi dengan stimulus memasuki rumah. Meskipun demikian, nantinya faktor hukuman ini tidak lagi dominan dalam teori-teori tingkah laku. Terutama setelah Skinner makin mempopulerkan ide tentang “penguatan” (reinforcement).
Skinner
Teori operant conditioning dari Burhuss Frederic Skinner penganut paham neobehavioris yang mempunyai pendapat lain lagi, yang ternyata mampu mengalahkan pamor teori-teori Hull dan Guthrie dengan teori pembiasan perilaku responsnya. Karya tulis terbarunya berjudul About Behaviorism. Didalam karyanya, tingkah laku terbentuk oleh konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri. Seperti, pavlop dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang dan respons. Perbedaanya, Skinner membuat perincian lebih jauh, yang membedakan menjadi dua macam respons, yaitu respondent response, dan operant response.
a.      Respondent response (Reflexive Response)
Respondent response merupakan respons yang ditimbulkan oleh perangsang tertentu, misalnya keluar air liur setelah melihat makanan tertentu, dan umumnya perangsang yang demikian itu mendahului respons yang ditimbulakan. 
b.     Operant Response (Instrumental Response)
Operant Response yaitu respons yang timbul dan berkembangnya diikuiti oleh perangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena perangsang itu memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organism. Jadi, respons yang demikian itu mengikuti sesuatu tingkah laku tertentu yang telah dilakukan. Misalnya, seorang anak yang belajar melakukan perbuatan lalu mendapat hadiah, maka ia menjadi lebih giat belajar (responsnya menjadi lebih intensif/kuat).
Kenyataan bahwa jenis respons pertama (reflexive response) sangat terbatas pada manusia, dan jenis respons kedua (operant response) merupakan bagian terbesar bagi tingkah laku manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tidak terbatas. Oleh karena itu skinner lebih memfokuskan pada jenis tingkah laku yang ke dua, yang penting bagaimana menimbulkan, mengembangkan, dan memodifikai tingkah laku.
      Prosedur pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning adalah sebagai berikut:
1.      mengidentifikasi hal-hal ynag merupakan reinforce (hadiah) bagi tingkah laku yang akan dibentuk.
2.      Menganalisa dan mengidentifikasi komponen kecil yang membentuk tingkah laku yang dimaksud, kemudian komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju pembentukan tingakah laku yang dimaksud
3.      Urutan komponen tersebut sebagai tujuan sementara, dengan mengidentifikasi reinforce (hadiah) untuk masing-masing komponen itu.
4.      Melakukan pembentukan tingkah laku, dengna menggunakan komponen yang telah disusun.
Jadi, Skinner menganggap reward atau reinforcement sebagai faktor terpenting dalam proses belajar, serta tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku. Perbedaan penting antara Pavlov Classical Conditioning dan Skinner Operant Conditioning adalah dalam classical Conditioning, ada akibat-akibat suatu tigkah laku itu. Reinforcement tidak diperlukan karena stimulasinya menimbulkan respons yang diinginkan. Jadi, operant conditioning merupakan situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement langsung.
Dalam pedidikan, Operant Conditioning menjamin respons terhadap stimulus. Apabila murid tidak mengajukan reaksi terhadap stimulus, guru tidak mungkin dapat membimbing tingkah lakunya kearah tujuan perubahan tingkah laku.   
2.3 Analisis Tentang Teori Behaviorisme
Kaum behaviorisme menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behaviorisme biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang kompleks (Paul, 1997).
Pandangan teori behaviorisme telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behaviorisme. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respons. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristme juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behaviorisme hanya mengakui adanya stimulus dan respons yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behaviorisme juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behaviorisme memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi. Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
-          Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
-          Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
-          Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respons yang muncul berbeda dengan respons yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respons yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respons. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
2.4  Aplikasi Teori Behaviorisme dalam Proses Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respons sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respons pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
2.5 Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Behaviorisme
Kelebihan Teori Behaviorisme
a.       Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b.      Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar
Sedangkan kelemahan teori behaviorisme adalah sebagai berikut.
a.       Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
b.      Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata-kata kasar, ejekan, jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.
















BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dalam konsep Behavior, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat di ubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar.
Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini antara lain :  Pavlov, Thorndike, (1911); Watson, (1963); Hull, (1943); Guthrie dan Skinner, (1968). Pandangan teori behaviorisme telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behaviorisme. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behaviorisme menekankankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Sedangkan, Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual. Semua teori pastilah memiki kelebihan dan kelemahan dari masing-masing teori begitu juga dalam halnya teori belajar behaviorisme ini.
3.2  Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dari makalah ini, sebaiknya dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah tidak cenderung menggunakan teori belajar behaviorisme pada semua jenjang pendidikan karena teori ini hanya berpusat pada guru dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan daya imajinasinya sehingga siswa cenderung menjadi pasif dan kurang kreatif, dan teori belajar behaviorisme sekarang ini hanya pas digunakan untuk melatih anak-anak yang membutuhkan dominasi orang dewasa.
Pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik atau calon pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan output-output yang berkualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.



























DAFTAR PUSTAKA
Uno, Hamzan B. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Bahri, Syaiful Djamarah. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Djali, H. 2011 Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Suryabrata, Sumadi. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta : RajaGrafindo Persada
James F, Brennan. Sari, Nurmala Fajar. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi edisi keenam. Jakarta : RajaGrafindo Persada
Syaodih, Nana Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar