BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
berbagai hasil penelitian, menyangkut kapasitas dan potensi yang dimiliki
manusia, telah banyak ditemukan bahwa disamping potensi rohani otak manusia
orgn tubuh yang paling kompleks. Pada dasarnya, upaya sungguh-sungguh dalam
mengenal dan memahami diri sendiri manusia seperti apa yang diisyaratkan dalam
al-qur’an : “ Dan di Bumi itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada diri
mereka. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?” (Q.s. Adz-Dzariat/51:20-21).
Dan pastinya sudah banyak upaya ynag dilakukan manusia dalm mengenal dirinya
sendiri.
Pemelajaran
merupakan upaya yang dilakukan secara terus menerus demi mengaktualkan
sebesar-besarnya potensi yang dimilikinya, itulah yang pada dasarnya memicu
berbagai penelitian yang hingga kini menghasilkan berbagai bentuk bentuk-model
dan strategi pembelajaran. Pengetahuan seorang guru mengenai azaz-azaz
pembelajaran sangat diperlukan dalam melakukan pembelajaran kepada peserta didik.
Adapun dalam makalah ini akan membahas tentang hal itu, tentang azaz-azaz
pembelajaran aqidah Akhlak khususnya pada jenjang pendidikan Madrasah
Ibtidaiyah. Yaitu meliputi : azaz Psikologis, azaz Sosial pembelajaran aqidah
akhlak MI, Azaz filosofis pembelajaran aqidah akhlak MI, azaz
Spiritual-teologis pembelajaran aqidah akhlak MI.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja azaz-azaz pembelajaran Aqidah Akhlak MI?
2. Bagaimanakah
Azaz Psikologis?
3. Bagaimanakah
azaz sosial pembelajaran Aqidah akhlak MI?
4. Bagaimanakah
azaz filosofis pembelajaran Aqidah akhlakMI?
5. Bagaimanakah
azaz Spiritual-teologis pembelajaran aqidah akhlak MI?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui azaz-azaz dalam pembelajaran aqidah akhlak MI
2. Untuk
memahami azaz psikologis
3. Untuk
memahami azaz sosial pembelajaran Aqidah akhlak MI
4. Untuk
memhami azaz filosofis pembelajaran Aqidah akhlakMI
5. Untuk
memahami azaz Spiritual-teologis pembelajaran aqidah akhlak MI
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
AZAZ
PSIKOLOGIS
Manusia
sebagai makhluk psikologi dalam al-qur’an disebut insan. Insan berasal dari
kata nasiya-yanga yang artinya lupa, dari ‘uns
yang artinya harmoni dan mesra, dan dari kata nasa yanusu yang artinya bergejolak. Kondisi psikologis manusia
berada di wilayah kesadaran hingga lupa, dari wilayah mesra hingga benci, dari
wilayah bergejolak/angkuh/arogan hingga tenang. Manusia diciptakan dengan
sangat sempurna (fi ahsani taqwim), berisi kapasitas-kapasitas kejiwaan ;
berfikir, merasa dan berkehendak. Jiwa merupakan sistem yang disebut sistem
nafsani, terdiri dari subsistem yaitu : ‘Aql (akal), Qalb (hati), Bashiroh
(hati nurani), Syahwat, dan hawa (hawa nafsu).
1.
Azaz
Kecerdasan
Dalam hal potensi kecerdasan,
Howard Gardner (2003) menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai
ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja
yang sukses untuk masa depan seseorang. Dengan demikian, masing-masing peserta
didik tersebut akan merasa pas menguasai bidangnya. Bukan hanya cakap pada
bidang yang sesuai dengan bidangnya, namun akan sangat menguasainya hingga
menjadi ahli. Menurut Howard, kecerdasan seseorang meliputi:
a. Kecerdasan
matematis-logis
Memuat
kemampuan berfikir secara induktif dan deduktif, kemampuan berfikir menurut
aturan logika, memahami dan menganalisa pola angka-angka serta memecahkan
masalah dengan meng menggunakan kemampuan berfikir. Orang semacam ini cenderung
menyukai aktifitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan
problem matematika.
b. Kecerdasan
bahasa
Memuat
kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara
tertulis maupun lisan dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan
gagasan-gagasannya. Orang semacam ini, umumnya ditandai dengan kesenangan pada
kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan suatu bahasa seperti membaca, menulis
karangan, membuat puisi, dan sebagainya.
c. Kecerdasan
musikal
Memuat
kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang berada
disekelilingnya seperti nada daan irama. Orang semacam ini, cenderung senang
sekali mendengarkan nada dan irama yang indah, dan akan lebih mengingat sesuatu
dan mengekspresikan gagasan-gagasan apabila dikaitkan dengan music.
d. Kecerdasan
visual spasial
Memuat
kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek
dengan ruang. Orang semacam ini memiliki kemampuan menciptakan imajinasi bentuk
yang nyata dalam fikiraannya dan kemudian memecahkan masalah sehubungan dengan
kemampuannya.
e. Kecerdasan
kinestetik
Memuat
kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh
tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan masalahnya.
f. Kecerdasan Inter-personal
Memuat
kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain, cenderung memahami
dan berinteraksi dengan orang lain, sehingga mudah dalam bersosialisasi dengan
lingkungan sekelilingnya. Kecerdasan ini sering juga disebut kecerdasan sosial.
g. Kecerdasan
Intra-persoal
Memuat
mengenai kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri,
cenderung mampu mengenali kekuatan ataupun kelemahan dirinya sendiri. Orang
semacam ini senang melakukan introspeksi diri, mengoreksi kekurangan dan
kelemahannya, kemudian mencoba untuk memperbaiki diri.
h. Kecerdasan
naturalis
Memuat
kemampun seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam. Misalnya senang berada
dilingkungan alam seperti, gunung, pantai, hutan, cagar alam dan sebagainya.
Cenderung senang untuk mengobservasi lingkungan alam.
Melalui
konsep tentang kecerdasan ini Gardner ingin mengoreksi keterbatasan cara
berfikir yang konvensional mengenai kecerdasan. Dimana seolah-olah kecerdasan
hanya terbatas pada apa yang diukur melalui tes intelegensi yang sempit saja,
atau sekedar melihat prestasi melalui ulangan atau ujian di ekolah belaka.
Konsep
dan teori Gardner dikembangkan diantaranya oleh Daniel Goleman. Dimana, goleman
mencoba lebih menekankan pada aspek kecerdasan intra-personal. Inti dari
kecerdasan ini adalah kemampuan untuk membedakan dan memahami suasana hati,
temperamen, motivasi dan hasrat. Kecerdasan intra-personal ini lebih menekankan
pada aspek kognisi atau pemahaman. Sementara faktor emosi atau perasaan urang
diperhatikan. Padahal menurut goleman, faktor emosi ini sangat penting dan
memberikan suatu warna yang kaya dalam kecerdasan intra-personal ini. Goleman
menyebut 5 wilayah kecerdasan pribadi dalam bentuk kecerdasan emosi,
diantaranya adalah ;
a. Kemampuan
mengenali emosi diri
Seseorang
yang mampu mengenali emosi dirinya sendiri adalah apabila ia memiliki kepekaan
yang tajam atas perasaan mereka yang sesungguhnyandan kemudian mengambil
keputusan-keputusan secara mantap. Misalnya, sikap dal menentukan pilihan,
seperti memilih sekolah, sahabat, pekerjaan hingga pasangan hidup.
b. Kemampuan
mengelola emosi
Kemampuan
seseorang untuk mengendalikan perasaanya sendiri sehingga tidak meledak dan
akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara salah. Misalya, seorang yang
sedang marah, maka kemarahan itu tetap dapat dikendalikan secara baik tanpa
harus meimbulkan akibat yang akan disesali ddikemudian hari.
c. Kemampuan
memotivasi diri
Kemampuan
seseorang untuk memberika semangat kepada dirinya sendiri untuk melakukan
sesuatu yang baik dan bermanfaat. Dalam hal ini adanya harapan dan optimisme
yang tinggi, sehingga seseorang memiliki kekuatan semangat untuk melakukan
suatu aktifitas tertentu.
d. Kemampuan
mengenali emosi orang lain
Kemampuan
untuk mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain, sehingga orang lain aka
merasa senang dan dimengerti perasaannya. Anak yang memiliki kemampuan ini
sering pula disebut sebagai kemampuan berempati.
e. Kemampuan
membina hubungan
Kemampuan
untuk mengelola emosi orang lain, sehingga tercipta keterampilan sosial yang
tinggi dan membuat pergaulannya lebih luas. Anak-anak dengan kemampuan ini
cenderung memiliki banyak teman.
Dari analisis tersebut dapat disimpulkan
betapa pentingnya kecerdasan emosional dikembangkan pada diri peserta didik.
Sering dijumpai peserta didik yang cerdas disekolah, begitu cemerlang prestasi
akademiknya, namun bila tidak dapat mengelola emosinya, seperti mudah marah,
mudah putus asa, angkuh, maka prestasi tersebut tidak akan banyak bermanfaat
untuk dirinya. Kecerdasan emosional perlu dihargai dan dikembangkan sejak usia
dini, karena hal ini yang mendasari keterampilan seseorang ditengah masyarakat
kelak, sehingga akan membuatseluruh potensinya dapat berkembangan secara lebih
optimal.
2.
Azaz Pemahaman Dan Pengembangan
a. Memahami
sifat yang dimiliki anak
Pada
dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Selama mereka
normal, terlahir dengan sifat seperti itu. Sifat tersebut merupakan modal dasar
bagi berkembangnya sikap/berfikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran
merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi
berkembangnya kedua sifat anugrah Tuhan tersebut.
b. Menenal
peserta didik secara perorangan
Peserta
didik berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan
yang berbeda. Perbedaan individual prlu diperhatikan dan harus tercermin dalam
kegiatan pembelajaran, agar kita dapat membantunya bila mendapatkan kesulitan
dan peserta didik dapat belajar secara optimal.
c. Memanfaatkan
perilaku peserta didik dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, peserta didik sejak kecil
secara alami bermain berpasangan atau kelompok. Hal ini dapat dimanfaatkan,
dalam melakukan tugas dan membahas sesuatu. Anak akan menyelesaikan tugas
dengan baik bila mereka duduk berkelompok, karena memudahkan mereka untuk
berinteraksi dan bertukar fikiran.
d. Mengembangkan
kemampuan berfikir kritis, kreatif dan memecahkan masalah
Pada
dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan kemampuan
berfikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisa masalah, dan kreatif
untuk mnciptakan alternative pemecahan masalah. Kritis dan kreatif berasal dari
rasa ingin tahu dan imajinasi yang ada pada diri anak sejak lahir, tugas guru
adalah untuk mengembangkannya.
e. Mengembangkan
ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang
kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam pembelajaran.
Hasil pekerjaan peserta didik sebaiknya dipajang dalam ruang kelas, dan yang
dipajang diharapkan memotivasi peserta didik untu lebih baik dan menimbulkan
inspirasi bagi siswa lain.
f. Memanfaatkan
lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan
(fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan
belajar peserta didik. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar dan objek
kajian (sumber belajar). penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering
membuat peserta didik senang dalam belajar.
g. Memberikan
umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu
hasil belajar akan meningkat apabila terjadi interaksi dalam belajar. pemberian
umpan balik dari guru kepada peserta didik merupakan salah satu interaksi
antara guru dan peserta didik.
h. Membedakan
aktif fisik dan aktif mental
Banyak
guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan peserta didik kelihatan sibuk
bekerja dan bergerak. Seperti mengatur bangku dan meja membuat kelompok. Aktif
mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, memertanyakan
gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda aktif mental.
B.
AZAZ
SOSIAL PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK MI
1.
Perkembangan
Sosial Anak Usia MI
Perkembangan
social berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan
sosial. Sosialisasi merupakan proses belajar bersikap dan berperilaku sesuai
dengan tuntutan sosial sehinggga mampu hidup bermasyarakat. Dalam perkembangan
social peserta didik usia MI, kelompok dan permainan anak memegang peranan
penting. Melalui kegiatan kelompok dan permainan anak usia MI belajar bergaul
dan bersosialisasi dengan anak-anak lainnya. selain itu, tuntunan social sesuai
dengan usianya, seperti belajar menyesuaikan diri dengan temen-teman sebaya,
belajar memainkan peran sesuai dengan jenis kelamin
Menurut
Hurlock (1996) belajar hidup bermasyarakat memerlukan 3 proses berikut :
a. Belajar
berperilaku yang dapat diterima secara sosial
Agar
dapat diterima dalam kelompok, maka anak usia MI sebagai anggota harus
menyesuaikan perilakunya dengan standar kelompok terebut.
b. Memainkan
peran sosial yang dapat diterima
Memainkan
peran social dalam bentuk pola-pola kebiasaan yang telah disetujui dan
ditentukan oleh para anggota kelompok. Misalnya, peran anak dan orang tua.
c. Perkembangan
Sikap sosial
Peserta
didik harus terlibat dalam aktifitas social tertentu. Jika dilakukan dengan
baik maka ia dapat melakukan penyesuaian yang baik dan diterima sebagai anggota
kelompok.
Peserta
didik dapat melakukan sosialisasi dengan baik apabila sikap dan perilakunya
mencerminkan ketiga proses tersebut sehingga dapat diterima sesuai dengan
standar kelompok di tempat peserta didik menggabungkan diri. Jika tidak, maka
ia akan berkembang menjadi orang yang non-sosial, bahkan anti social.
2.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Kemampuan
peserta didik mmelakukan sosialisasi, dipengaruhi oleh:
a. Kesempatan
dan waktu untuk bersosialisasi, hidup dalam masyarakat dengan orang lain.
b. Kemampuan
berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang
lain.
c. Motivasi
peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi.
d. Metode
belajar efektif dan bimbingan bersosialisasi.
3.
Upaya
Optimalisai Perkembangan Sosial
Salah
satu yang penting dalam perkembangan sosial adalah pentingnya pengalaman social
awal bagi perkembangan dan perilaku social sekarang dan selanjutnya pada masa
remaja dan dewasa. Mempelajari sikap dan perilaku social dengan baik dan buruk
pada pengalaman social awal akan memudahkan atau menyulitkan perkembangan
social anak selanjutnya. Sikap social yang terbentuk akan sulit diubah
dibandingkan dengan perilaku sosialnya. Pengalaman social awal juga turut
mempengaruhi partisipasi social anak.
Pada
masa usia MI, kelompok bermain memegang peranan penting dalam perkembangan
social. Kesadaran social berkembang pesat, anak membutuhkan teman sebaya untuk
melakuka berbagai aktivitas dalam
kehidupannya dan juga berpengaruh dalam kemampuan penyesuaian social peserta
didik usia MI.
C.
AZAS
FILOSOFI PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK MI
Dunia
pendidikan telah berkembang pesat. Sistem pendidikan konvensional yang
mengandaikan pendidik sebagai yang serba tahu/pemegang otoritas dan peserta
didik sebagai yang serba tidak tahu/yang tak berdaya, sudah tidak mampu lagi
memberi konstribusi bagi kemajuan kemanusiaan, dan karenanya secara bertahap
sudah mulai ditinggalkan. Model pembelajaran pasif seperti itu, yakni pendidik
menerangkan peserta didik mendengarkan, pendidik mendiktekan peserta didik
mencatat,dan seterusnya, yang oleh Freire disebut sebagai pendidikan gaya bank,
menghambat kreatifitas dan pengembangan potensi mereka.
Oleh
sebab itu, kemudian berkembang model task
style, reciprocal style,dan diikuti kemudian dengan kemunculan berbagai
model sampai kini muncul model colaborative
and cooperative learning yang menekankan pada aktifitas peserta didik dan
dibantu oleh pendidik. Pendidik hanya memfasilitasi para peserta didik untuk
meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya. Sejalan dengan model-model
pembelajaran yang menekankan peran peserta didik, adalah penelitian mutakhir
dibidang sains humanistik. Berbagai hasil penelitian dimaksud di satu sisi, dan
sisi lainnya berbagai kritik mengenai model pembelajaran konvensional yang
berlangsung selama ini, menuntut perubahan dan penyesuaian mendasar dalam hal
pembelajaran. Lebih lanjut, dalam merespon perkembangan (pengetahuan tentang
manusia dan mengenai pembelajaran) yang terjadi tanpa henti itu, banyak model
pendidikan dan khususnya proses pembelajaran yang bernuansa perubahan revolusioner
dengan tawaran-tawaran model dan pendekatan yang sangat variatif dalam rangka
mengembangkan proses pembelajaran yang efektif. Untuk itu proses pembelajaran
termasuk pembelajaran aqidah akhlak akhlak di MI perlu disersikn dengan
berbagai tuntutan perubahan dan perkembangan agar norma-norma Islam bisa lebih
mudah diapresiasi dalam memenuhi kepentinagan manusia dan kemanusiaan.
D.
AZAZ
SPIRITUAL-TEOLOGIS PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK MI
Spiritiul adalah salah satu potensi
yang ditemukan manusia dalam dirinya, yang belakangan diyakini menjadi sebagai
landasan bagi bangunan kecerdasan. Bahkan kecerdasan spiritual dipercayai
sebagai kecerdasan manusia yang mempunyai umur yang sama tuanya dengan proses
penciptaan manusia itu sendiri. Hal ini didasarkan pada firman Allah :
àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx©
Artinya : "Bukankah aku ini Tuhanmu?"
lalu ruh menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi
saksi"
Dari ayat tersebut bisa dipahami
bahwa ruh manusia telah mengadakan perjanjian dengan Tuhannya. Bukti perjanjian
tersebut adalah fitrah iman dalam diri manusi adan hal ini juga dikuatkan
dengan adanya “suara hati” yang dipercayai sebagai suara ketuhanan. Namun,
konsep mengenai kecerdasan Spiritual ini baru dikembangkan secara utuh dalam
beberapa tahun belakangan ini. Banyak bukti telah ditemukan dalam hal spiritual
quotient messkipun itu berawal dari cabang ilmu lain yai messkipun itu berawal
dari cabang ilmu lain yaitu: neorologi, psikologi, antropologi dan dalam hal
linguistik.
Berdasarkan
cerita mengenai hasil penelitian tersebut, jadi pada dasarnya spiritual Quotient
bukanlah sebagai pelengkap dari kecerdasan-kecerdasan sebelumnya. Akan tetapi
adalah yang terpenting diantara kecerdasan-kecerdasan manusia yang
menintegrasikan semua kecerdasan dna menjadikan manusia makhluk yang
benar-benar untuh secara intelektual, emosional, dan spiritual. Dalam
hubugannya dengan spiritualitas ini, dalam pandangan Ernest Holmest,
sesungguhnya dalam diri setiap orang terdapat potensi yang memang sangat dekat dengan
kehadiran Tuhan sebagai sumber dari potensi spiritualitas itu sendiri. Bahkan
terdapat pandangan bagi sebagian orang berkeyakinan bahwa “ketika anda”
“melihat” Tuhan disetiap pengalaman, anda menyadari bahwa hidup anda seutuhnya
dapat menjad sebuah doa. Hal ini sesungguhnya bisa dipahami sebagai sejalan
dengan pemaknaan dan pandangan dunia Ihsan.
Ada
banyak cerita tentang penemu, ulama, atlet, dan para bintang dalam b, ulama,
atlet, dan para bintang dalam berbagai keberhasilan dalam hidupnya ini ynag
taak terbilang jumlahnya, yang mengaitkan sukses mereka dengan hubungan mereka
dengan kemahakuasaan Tuhan. Kuasa Tuhan yang tak terbatas, adalah sumber
resonasi kreatif seluruh semesta, adalah sumber dari segala sumber
keberhasilandan pendukung terbesar dalam penciptaan keberhasilan dalam
kehidupan. Jika seorang Guru dapat membuka diri terhadap dan kepada koneksitas
ini, maka bisa diharapkan yang bersangkutan akan merasakan kekuatan yang
mengubah hidup disetiap tarikan nafasnya. Sejatinya, tidak ada prestasi yang
lebih besar dibandingkan hubungan sukses dengan Tuhan dalam ruang kinerja dan
kiprh kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan dan pembelajaran.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Azaz azaz yang perlu dipahami oleh
seorang guru/ calon guru dalam melakukan
proses pembelajaran aqidah akhlak MI yaitu meliputi :
1. Azaz
psikologis, terdiri dari : a. azaz
kecerdasan, terdiri dati: kecerdasan matemaris-logis, kecerdasan bahasa,
kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik,
kecerdasan Inter-personal, kecerdasan intra-personal, dan kecerdasan naturalis.
Konsep kecerdasan tersubut kemudian dikembangkan oleh Golemen yang mencoba
menekankan pada kecerdasan intra-personal. Goleman menyebutkan 5 wilyah
kecerdasan pribadi seseorang dalam bentuk kecerdasan emosi, yaitu meliputi :
Kemampuan
mengenali emosi diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri
kemampuan mengenali emosi orang lain, kemampuan membina hubungan.
i.
Azaz pemahaman dan pengembangan, yaitu
meliputi :memahami sifat yang dimiliki anak, mengenal peserta didik secara
perorangan, Memanfaatkan perilaku peserta didik dalam pengorganisasian belajar,
Mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kreatif dan memecahkan masalah, Mengembangkan
ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik, memanfaatkan lingkungan
sebagai sumber belajar, memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kgiatan belajar,
membedakan aktif fisik dan aktif mental
2. Azaz
sosial pembelajaran aqidah akhlak MI, yaitu meliputi : perkembangan social anak
usia MI, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial, dan upaya
optimalisasi perkembangan sosial.
3. Azaz
Filosofi pembelajaran aqidah akhlak MI,yaitu berbagi bentuk perkembangan dalm
pendidikan,dalam proses pembelajarn muncul berbagai metode/strategi
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Begitu juga dalm proses pembelajaran
termasuk aqidah akhlak akhlak di MI perlu diserasikan dengan berbagai tuntutan
perubahan dan perkembangan agar norma-norma Islam bisa lebih mudah diapresiasi
dalam memenuhi kepentinagan manusia dan kemanusiaan.
4. Azaz
spiritual-teologis pembelajaran aqidah akhlak MI
Spiritiul
adalah salah satu potensi yang ditemukan manusia dalam dirinya, yang belakangan
diyakini menjadi sebagai landasan bagi bangunan kecerdasan. . Jika seorang Guru
dapat membuka diri terhadap dan kepada koneksitas ini, maka bisa diharapkan
yang bersangkutan akan merasakan kekuatan yang mengubah hidup disetiap tarikan
nafasnya. Sejatinya, tidak ada prestasi yang lebih besar dibandingkan hubungan
sukses dengan Tuhan dalam ruang kinerja dan kiprh kehidupan, termasuk dalam
dunia pendidikan dan pembelajaran.
B.
SARAN
Memahami
azaz-azaz pembelajaran aqidah akhlak, dirasa sangat diperlukan untuk seorang
guru agar dalam melakukan proses pembelajaran, dapat memberikan pengajaran yang
membawa hasil yang memuaskan terhadap peserta didik nantinya, terlebih lagi
dalm pembelajaran aqidah akhlak yang diharapkan dapat menciptakan peserta didik
yang berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah yang sebenar-benarnya.
Seorang
guru yang sudah mengetahui atau memahami mengenai azaz-azaz pembelajaran aqidah
akhlak, dalam hal ini dibutuhkan kesungguh-sungguhan dalam menjalankan peranan
pentingnya dalam proses pembelajaran supaya perkembangan peserta didik mampu
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sehingga dapat berguna bagi agama, nusa
dan bangsa kelak.
DAFTAR
PUSTAKA
Syukur, Suparman,2004. Etika Religius. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Khalakul Khairi, Ahmad. 2012. Pembelajaran Aqidah Akhlak. Mataram : IAIN Mataram
Zuriah, Nurul, 2007. Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta
: Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar