Jumat, 13 November 2015

luka dan perawataannya



BAB II
KONSEP LUKA
A.  KONSEP LUKA
1.    Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan yang disebabkan banyak hal atau berbagai faktor.
Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
2.    Jenis – jenis luka
a.    berdasarkan sifat luka, luka  dibagi menjadi
1)   luka disengaja: misalnya luka terkena radiasi atau bedah
2)   luka tidak disengaja( trauma) juga dapat di bagi menjadi dua luka tertutup dan luka terbuka. Disebut luka tertutup jika tidak terjadi robekan, sedengkan luka terbuka jika terjadi robekan dan kelihatan seperti luka abrasio(luka akibat gesekan), luka puncture (luka akibat tusukan), dan hautration (luka akibat alat perwatan luka)
(muttaqin Arief 2009)
b.    berdasarkan penyebabnya
Menurut Kozier, 1995, Taylor, 1997)
1)   Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun tumpul.
2)   Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur .
3)   Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.
4)   Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.
5)   Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut.
6)   Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa.
c.    Berdasarkan tingkat kontaminasi
1)   Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring,traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2)   Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.
3)   Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
4)   Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.
d.   Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
1)   Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
2)   Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
3)   Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4)   Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan oto otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
e.    Berdasarkan waktu penyembuhan luka
1)   Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
2)   Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
3.    Mekanisme terjadinya luka
1)   Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2)   Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3)   Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4)   Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5)   Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6)   Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya. pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar
7)   Luka bakar (combustio)
4.    Faktor-faktor yang mempengaruhi luka
1)   Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.
2)   Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan
penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
3)   Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka
4)   Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
5)   Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
6)   Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya
obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
7)   Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
8)   Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
9)   Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a.    Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
b.    Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c.    Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

B.  PENYEMBUHAN LUKA
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan mamulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah kedaerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing serta perkembangan awal seluluer bagian dari proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area luka yang bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan,dapat membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor,1997).
Penyembuhan luka didefinisikan oleh Wound Healing Society (WHS) sebagai suatu yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari pengembalian kontinitas dan fungsi anatomi. Berdasarkan WHS suatu penyembuhan luka yang ideal adalah kembali normalnya struktur , fungsi dan anatomi kulit. Batas waktu penyembuhan luka ditentukan oleh tipe luka dan lingkungan instrinsik maupun ekstrinsik. Penyembuhan luka bisa berlangsung cepat. Pada luka bedah dapat diketahui adanya sintesis kolagen dengan melihat adanya jembatan penyembuhan dibawah jahitan yang mulai menyatu. Jembatan penyembuhan ini muncul pada hari kelima sampai ketujuh post operasi (Black & Jacobs, 1997).
Jahitan biasanya diangkat pada saat sudah terlihat adanya tensil strengt yang mendekatkan tepi luka. Pengangkatan jahitan ini tergantung usia, status nutrisi dan lokasi luka. Jahitan biasanya diangkat pada hari ke enam sampai ketujuh post operasi untuk menghindari terbentuknya bekas jahitan (suture marks) walaupun pembentukan kolagen sampai jahitan menyatu berakhir hari ke-21 (Taylor,C,1997). Kolagen sebagai jembatan penyembuhan ini muncul pada hari ke-5 sampai ke-7 post operasi. Bila lebih dari 7 hari berarti terjadi perlambatan sintesis kolagen yang berarti penyembuhan luka lambat (Black & Jacobs, 1997).
Suatu luka bersih akan tetap bersih bila dilakukan persiapan operasi yang baik dan tehnik pembedahan yang baik serta perawatan luka post operasi yang baik pula. Pemberian antibiotik peroral yang adekuat mampu mencegah terjadinya infeksi sehingga meski tanpa cairan antiseptik proses penyembuhan luka dapat tetap terjadi (Kartono, dikutip oleh Oetomo, 1994)
1.    Prinsip penyembuhan luka
Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:
a.    Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang,
b.    Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga,
c.    Respon tubuh secara sistemik pada trauma,
d.   Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
e.    Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan
f.     Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.
2.    Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
a.    Faktor yang mempercepat penyembuhan luka terdiri dari (Kozier, 1995 & Taylor,1997)
1)   Pertimbangan perkembangan
Anak dan orang dewasa lebih cepat lebih cepat penyembuhan luka daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati yang dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah (Kozier, 1995).
2)   Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian metabolisme pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya Protein, Karbonhidrat, Lemak, Vitamin dan Miniral (Fe, Zn) Bila kurang nutrisi diperlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekwat (Taylor, 1997).
3)   Infeksi
Ada tidaknya infeksi pada luka merupakan penentu dalam percepatan penyembuhan luka. Sumber utama infeksi adalah bakteri. Dengan adanya infeksi maka fase-fase dalam penyembuhan luka akan terhambat.
4)   Sirkulasi dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Saat kondisi fisik lemah atau letih maka oksigenasi dan sirkulasi jaringan sel tidak berjalan lancar. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak yang memiliki sedikit pembuluh darah berpengaruh terhadap kelancaran sirkulasi dan oksigenisasi jaringan sel. Pada orang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah Infeksi dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa yang mederita gangguan pembuluh darah prifer, hipertensi atau DM. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernafasan kronik pada perokok.
5)   Keadaan luka
Kedaan kusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu dengan cepat. Misalnya luka kotor akan lambat penyembuhannya dibanding dengan luka bersih.
6)   Obat
Obat anti inflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat tubuh seseorang rentan terhadap Infeksi luka. Dengan demikian pengobatan luka akan berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang lebih lama.
b.    Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
Tidak adanya penyembuhan luka akibat dari kerusakan pada satu atau lebih dari proses penyembuhan normal. Proses ini diklasifikasikan menjadi faktor Intrinsik dan ekstrinsik (Black & Jacob’s, 1997).
1)   Faktor Intrinsik
Ketika luka terinfeksi, respon inflamatori berlangsung lama dan penyembuhan luka terlambat. Luka tidak akan sembuh selama ada infeksi. Infeksi dapat berkembang saat pertahanan tubuh lemah. Diagnosa dari infeksi jika nilai kultur luka melebihi nilai normal. Kultur memerlukan waktu 24-48 jam dan selama menunggu pasien di beri antibiotika spektrum luas. Kadang-kadang benda asing dalam luka adalah sumber infeksi. Suplai darah yang adekuat perlu bagi tiap aspek penyembuhan. Suplai darah dapat terbatas karena kerusakan pada pembulu darah Jantung/ Paru. Hipoksia mengganggu aliran oksigen dan nutrisi pada luka, serta aktifitas dari sel pertumbuhan tubuh. Neutropil memerlukan oksigen untuk menghasilkan oksigen peroksida untuk membunuh patogen. Demikian juga fibroblast dan fagositosis terbentuk lambat. Satu-satunya aspek yang dapat meningkatkan penyembuhan luka pada keadaan hipoksia adalah angio genesis.
2)   Faktor ektrinsik dapat memperlambat penyembuhan luka meliputi malnutrisi, perubahan usia dan penyakit seperti diabetes melitus.
Malnutrisi dapat mempengaruhi beberapa area dari proses penyembuhan. Kekurangan protein menurunkan sintesa dari kolagen dan leukosit. Kekurangan lemak dan karbonhidrat memperlambat semua fase penyembuhan luka karena protein di rubah menjadi energi selama malnutrisi. Kekurangan Vitamin menyebabkan terlambatnya produksi dari kolagen, respon imun dan respon koagulasi.
Pasien tua yang mengalami penurunan respon inflamatari yang memperlambat proses penyembuhan. Usia tua menyebabkan penurunan sirkulasi migrasi sel darah putih pada sisa luka dan fagositasis terlambat. Ditambah pula kemungkinan Pasien mengalami gangguan yang secara bersamaan menghambat penyembuhan luka seperti Diabetes Melitus.
Diabetes Melitus adalah gangguan yang menyebabkan banyak pasien mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan karena gangguan sintesa kolagen, angiogenesis dan fagositosis. Peningkatan kadar glucosa mengganggu transport sel asam askorbat kedalaman bermacam sel termasuk fibroblast dan leukosit. Hiperglikemi juga menurunkan leukosit kemotaktis, arterosklerosis, kususnya pembuluh darah kecil, juga pada gangguan suplai oksigen jaringan.
Neurapati diobotik mrupakan gangguan penyembuhan lebih lanjut dengan mengganggu komponen neurologis dari penyembuhan. Kontrol dari gulu darah setelah operasi memudahkan penyembuhan luka secara normal.
Merokok adalah gangguan Vaso kontriksi dan hipoksia karena kadar Co2 dalam rokok serta membatasi suplai oksigen ke jaringan. Merokok meningkatkan arteri sklerosis dan platelet agregasi. Lebih lanjut kondisi ini membatasi jumlah oksigen dalam luka.
Penggunaan steroid memperlambat penyembuhan dengan menghambat kologen sintesis, Pasien yang minum steroid mengalami penurunan strenght luka, menghambat kontraksi dan menghalangi epitilisasi.
Untungnya Vitamin A ada untuk meningkatkan penyembuhan luka yang terhambat karena gangguan atau penggunaan steroid.
3.    Jenis-jenis penyembuhan luka
a.    Healing by Primary Intention (Penutupan luka primer)
Penutupan ini akan merapatkan jaringan yang terputus dengan bantuan benang, klip dan verban perekat. Setelah beberapa waktu, maka sintesis, penempatan dan pengerutan jaringan kolagen akan memberikan kekuatan dan integritas pada jaringan tersebut. Pertumbuhan kolagen tersebut sangat penting pada tipe penyembuhan ini. Pada penutupan primer tertunda, perapatan jaringan ditunda beberapa hari setelah luka di buat atau terjadi. Penundaan penutupan luka ini bertujuan mencegah infeksi pada luka-luka yang jelas terkontaminasi oleh bakteri atau yang mengalami trauma jaringan yang hebat.
b.    Fase-fase dalam intention primer :
1)   Fase inisial berlangsung 3-5 hari
Sudut insisi merapat, migrasi sel-sel epitel,mulai pertumbuhan sel
2)    Fase granulasi (5 hari – 4 mg)
Fibroblas bermigrasi kedalam bagian luka dan mensekresi kolagen. Selama fase granulasi luka berwarna merah muda dan mengandung pembuluh darah. Tampak granula-granula merah. Luka beresiko dehiscence dan resisten terhadap infeksi. Epitelium pada permukaan tepi luka mulai terlihat. Dalam beberapa hari lapisan epithelium yang tipis akan bermigrasi menyebrangi permukaan luka. Epitel menebal dan mulai matur dan luka mulai merapat. Pada luka superficial, reepitelisasi terjadi 3-5 hari.
3)   Fase kontraktur scar (7 hari – beberapa bulan)
Serabut-serabut kolagen terbentuk dan terjadi proses remodeling. Pergerakan miofibroblast yang aktif menyebabkan kontraksi area penyembuhan, menutup defek dan membawa ujung kulit tertutup bersama-sama. Skar yang matur selanjutnya terbentuk. Skar yang matur tidak mengandung pembuluh darah dan pucat, serta lebih terasa nyeri dari pada fase granulasi
c.    Healing by Secondary Intention (Penutupan luka sekunder) .
Luka yanmg terjadi dari trauma, ulserasi dan infeksi dan memiliki sejumlah besar eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan jaringan yang cukup luas menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi inflamasi dapat lebih besar dari pada penyembuhan luka. Kegagalan penutupan sekunder dari luka terbuka akan berakibat terbentuknya luka terbuka kronis
d.   Healing by Tertiary Intention (Penutupan luka tertier)
Adalah intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan jaringan granulasi dijahit bersama-sama. Ini terjadi ketika luka yang terkontaminasi, terbuka dan dijahit rapat setelah infeksi dikendalikan. Juga dapat terjadi ketika luka primer mengalami infeksi, terbuka dan dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan kemudian dijahit. Intension tersier biasanya mengakibatkan skar yang lebih luas dan lebih dalam dari pada intension primer atau sekunder.
4.    Fase-fase penyembuhan luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995).
Menurut Kozier, 1995
1)   Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan
2)   Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast  berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.
3)   Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya , menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.
5.    Penanganan medis penyembuhan luka
a)    Stimulasi elektrik : stimulate DNA sintesis, aliran darah, prolierasi fibroblas dan mendorong migrasi sel epitel.
b)   HBO (hiperbarik oksigen) : memberikan oksigen dengan kadar tinggi. Menaikkan kandungan oksigen jaringan  yang luka sehingga nutri dan fibroblas meningkat.
c)    Pemberian hormon pertumbuhan
d)   Rawat luka
6.    Komplikasi penyembuhan luka
Meliputi Infeksi, pendarahan, dehiscence dan evicerasi (Kozier, 1995, Taylor, 1997)
1)   Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari Infeksi sering muncul dalam 2-7 hari setelah pembedahan.gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainage, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan leukosit.
2)   Pendarahan
Dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti darain). Hipovolemia mungkin tidak cepat tampak, sehingga balutan jika mungkin harus sering di lihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika terjadi perdarahan yang berlegihan, penambahan tekanan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan & intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3)   Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan Eviscerasi adalah komplikasi post operasi yang serius. Dehiscence yaitu terbukanya lapisan luka partial. Eviscerasi yaitu keluarnya pembulu kapiler melalui daerah irisan.
Sejumlah faktor meliputi ; kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, bentuk yang berlebihan, muntah dan dehidrasi dapat mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.
Ketika dehiscence & eviscerasi terjadi luka, harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka
7.    Jenis-jenis Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal. Sebelumnya persiapkan alat-alat seperti, Bahan katun, Kasa-Benang jahitan, Sarung tangan steril
a.       Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
b.      Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
c.       Jahit sesuai lapis demi lapis Sub cutis: pakai plain (benang diserap) Cutis : pakai silk (benang yang tak diserap) Tutup dengan kasa steril
d.      Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).
Tabel 1. Waktu Pengangkatan Jahitan

No

Lokasi

Waktu
1
Kelopak mata
3 hari
2
Pipi
3-5 hari
3
Hidung, dahi, leher
5 hari
4
Telinga,kulit kepala
5-7 hari
5
Lengan, tungkai, tangan,kaki
7-10+ hari
6
Dada, punggung, abdomen
7-10+ hari
            Sumber. Walton, 1990:44



8.    Perkembangan perawatan luka
Prinsip penanganan luka saat ini meliputi beberapa hal (Burnsurgery, 2004)
a.    Mengontrol infeksi
Isolasi substansi tubuh dan tehnik cuci tangan yang baik dan benar. Sarung tangan yang bersih atau steril dan balutan steril. Instrumen steril untuk mengganti balutan.
Krasher dan Kennedi (1994) melakukan metode alternatif dalam mengganti balutan dengan kombinasi tehnik steril dan non steril. Merujuk ke teknik “tidak boleh disentuh” adalah sebagai berikut :
1)   Gunakan dua pasang sarung tangan tidak steril, kasa steril ukuran 4×4 , normal salin (Nacl 0,9%) steril.
2)   Sarung tangan pertama digunakan untuk membuka bantuan luka yang kotor, kemudian lepaskan dan cuci tangan.
3)   Buka peralatan steril menggunakan tehnik steril.
4)   Kenakan sarung tangan kedua, tuang normal saline di atas luka dengan menampung waskom dibawah luka.
5)   Pegang kasa steril pada sisanya/pinggir luka, bagian depan (yang menyentuh luka) jangan samapai tersentuh oleh tangan yang mengenakan sarung tanga tidak steril.
6)   Bersihkan luka dengan gerakan sirkuler/ melingkar diawali dari bagian dalam luka kearah luar. Untuk tiap putaran kasa diganti dengan yang baru.
7)   Bersihkan dan keringkan juga disekeliling luka.
8)   Tutup kembali luka dengan meletakkan balutan di atasnya, pegang sisi/sudut balutan penutup dan letakkan bagian yang tidak tersentuh di atas permukaan luka.
9)   Tutup dengan balutan transparan, tulis tunggal, jam dan initial balutan.
Gunakan Sodium Clorida 0,9% untuk irigasi dan bersihkan luka. Minimalkan trauma dengan gosokan luka secra hati-hati. Ganti balutan baru setiap kali membersihkan luka.
b.    Moist wound healing (penyembuhan luka dengan kondisi lembab) Kondisi fisiologis jaringan adalah dengan kondisi hidrasi yang seimbang untuk mempertahankan kelembaban.Kondisi yang lembab memfasilitasi pertumbuhan jaringan yang baru (granulasi). Keadaan ini biasanya dapat terjaga dengan baik bila kondisi kulit utuh. Namun inilah masalahnya dimana kulit sudah mengalami kerusakan dan gagal melakukan fungsinya. Untuk itu seorang perawat memikirkan bagai mana mempertahankan kondisi hidrasi luka yang sudah kehilang perlindungan yaitu kulit, dan bahan apa yang dapat menggantikan kulit tersebut.
9.    Pengkajian luka
a)    Lokasi
Lokasi luka dapat mempengaruhi penyembuhan luka, dimana tidak semua lokasi tubuh mendapatkan peredaran darah yang sama. Ditinjau dari prinsip fisiologis, pada bagian tubuh yang memiliki pembuluh darah yang banyak akan mendapatkan aliran darah yang banyak. Hal ini akan mendukung penyembuhan luka lebih cepat dibandingkan dari bagian tubuh yang lebih sedikit mendapat aliran darah.
b)   Ukuran luka
Diukur panjang, lebar dan diameternya bila bentuk luka bulat dengan sentimeter, gambarkan bentuk luka tersebut dengan lembar transparan yang telah dicatat berpola kotak-kotak berukuran sentimeter.
c)    Kedalaman luka
Kedalaman luka dapat diukur dengan kapas lidi steril yang sudah dilembabkan dengan normal saline, masukan dengan hati-hati kedalam luka dengan posisi tegak lurus (90o) hingga kedasar luka. Beri tanda pada lidi sejajar dengan permukaan kulit disekitar luka. Ukur dengan sentimeter.
d)    Gowa atau terowongan
Gowa dan terowongan dapat diketahui denga melakukan palpas jaringan disekeliling pinggir luka, dimana akan teraba tenderness/perlukan. Masukan saline melalui mulut lubang ke dasar luka/ujung terowongan. Beri tanda pada lidi sejajar dengan permukaan kulit disekitar luka. Beri tekanan /palpasi dengan hati-hati dan kaji saluran yang abnormal tersebut. Jangan pernah menggunakan kekuatan dorongan yang berlebilan bila menggunakan kapas lidi. Ukur lokasi dan kedalaman lubang/penetrasi. Untuk penentuan lokasi ditetepkan dengan pola arah jarum jam dengan pusat pada tengah luka dan jam 12 sesuai garis anatomis sumbu tubuh manusia. Misalnya lokasi mulut lubang terdapat pada posisi jam 8 dengan kedalaman 5 cm atau dapat dibuatkan gambar jam dengan tanda pada posisi jam 8

e)    Warna dasar luka
Warna dasar luka sangat penting dikaji karena berhububungan dengan penentuan terapi topikal dan jenis balutan luka.
Ada beberapa macam warna dasar luka yang membutuhkan perlakuan spesifik terhadap masing-masing sesuai warna dasar tersebut.
1)   Nekrotik
Biasanya warna dasar hitam, tampak kering dan keras disebut keropeng. Kering tidak berarti jaringan dibawahnya tidak terinfeksi atau tidak ada sksudat, ini tidak dapat dipastikan tanpa dilakukan palpasi terlebih dahulu. Dengan melakukan palpasi dapat dirasakan ada tenderness atau tidak dibawah jaringan keropang tersebut dan disekitar luka teraba panas dan tampak tanda radang disekelilingnya yang perlu diperhatikan. Dan juga tidak terlepas dari keluhan penderita apakah merasa nyeri berdenyut dibawah jaringan nekroit tersebut. Untuk luka seperti ini membutuhkan suasana yang lembab sehingga nekrotik yang kering tersebut dapat lepas dengan sendirinya. Jenis balutan yang baik adalah hidrogel. Diatasnya diletakan kasa dan balutan transparan.
2)   Sloughy
Warna dasar luka ini tampak kekuningan, sangat eksudatif atau tampak berair/basah. Sloughy ini harus diangkat dari permukaan luka karena jaringan ini juga sedang mengalami nekrotik, dengan demikian pada dasar luka akan tumbuh jaringan granulasi buntuk proses penyembuahan. Untuk luka seperti ini dibutuhkan hydrogen untuk melepas jaringan nekroit. Gunakan hydrofiber untuk menyerap eksudat yang berlebihan sehingga tercipta lingkungan yang konduksif. (moist/lembab) untuk proses panyembuhan luka. Bila luka mudah berdarah lebih baik digunakan calcium alginate. Hydrofiber yang mengandung calcium alginato dapat menghentikan pendarahan dengan segera.
3)   Granulasi
Warna dasar luka ini adalah merah. Perlu diketahui bahwa ini merupakan pertumbuhan jaringan yang baik, namun tidak dapay dibiarkan tanpa pambalut. Tetap harus diberi pelindung sebagai pengganti kulit utuk mencegah kontaminasi dari dunia luar dan menciptakan kondisi lingkungan luka yang baru untuk pertumbuhan sel granulasi tersebut. Biasanya luka ini sangat mudah berdarah. Boleh diberikan balutan hydrogen dan apabila eksudat banyakdapat digunakan hydrofiber yang mengandung calcium alginate labih efektif.
4)   Epitelisasi
Warna dasarnya adalah pink, kadang-kadang sebagian luka ini masih dalam proses glanulasi. Untuk itu perlu pemilihan balutan yang dapat mendukung mutasi sel yaitu douderm tipis (extra thin). Balutan ini berbentuk wafer/padat, tidak berbentuk seruk, namun cukup lunak dan nyaman diletakan diatas permukaan luka dan tidak menimbulkan trauma terghadap luka, dapat juga menyetap eksudut yang minimal melindungi luka dari kontaminasi
10.     Bahan yang digunakan untuk perawatan luka
a.    Sodium Clorida 0,9%
Sodium Clorida 0,9% adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena tidak ada reaksi hiper sensi tivitas terhadap Sodium Clorida (Nacl). Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun (Liley & Aucker, 1999). Natrium dan clorida sama seperti plasma darah. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handarson, 1992). Nacl tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah Sodium Clorida 0,9%.
Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembapan sekitar luka dan membantu proses penyembuhan luka serta mudah didapat dengan harga relatif murah. (http://promise. Com/wound care/). Hanya normal saline solutio yang di rekomondasikan oleh American Health Care Police and Research ( ALICPR) untuk perawatan luka seperti membersihkan dan membalut luka.
Normal saline fisiologis tidak akan merusak kulit dan secara adekuat menjaga kebersihan luka (Black, JM & Jacob’s, EM, 1997).
b.    Povidine Iodine
Povidine Iodine adalah elemen non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang di kombinasi dengan bahan lain. Walaupun Iodine bahan non metalik, Iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang jelas. Iodine hanya larut sedikit di air tetapi dapat larut keseluruhan dalam alkohol (Lilley & Auker, 1999).
Larutan ini akan melepaskan Iodine anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif, spora, jamur dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alargen serta maninggalkan residu (Sodikin, 2002).
Studi menunjukkan bahwa antiseptik seperti Povidine Iodine toxic terhadap sel (Tompson, J, 2001). Iodine dengan konsentrasi > 3% dapat memberi rasa panas pada kulit. Rosa terbakar akan nampak ketika daerah yang di rawat ditutup dengan balutan Oklusif kulit dapat ternoda serta nyeri pada sisi luka (Lilley & Aucker, 1999). Povidine Iodine 10% mempunyai aktivitas baktericida yang baik terhadap bakteri yang ada di kulit dan kelenjar keringat yang kemudian pada kulit sering timbul resida atau sisa warna Iodine (Oetomo, Ks, 1994).

C.  MERAWAT LUKA
1.    Pengertian
Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit
2.    Tujuan
a.    Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran mukosa
b.    Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
c.    Mempercepat penyembuhan
d.   Membersihkan luka dari benda asing atau debris
e.    Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
f.     Mencegah perdarahan
g.    Mencegah excoriasi kulit sekitar drain.
3.    Persiapan alat
a.    Set steril yang terdiri atas :
-     Pembungkus
-     Kapas atau kasa untuk membersihkan luka
-     Tempat untuk larutan
-     Larutan anti septic
-     2 pasang pinset
-     Gaas untuk menutup luka.
b.    Alat-alat yang diperlukan lainnya seperti : extra balutan dan zalf
c.    Gunting
d.   Kantong tahan air untuk tempat balutan lama
e.    Plester atau alat pengaman balutan
f.     Selimut mandi jika perlu, untuk menutup pasien
g.    Bensin untuk mengeluarkan bekas plester

4.    Cara kerja
a)    Jelaskan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan. Jawab pertanyaan pasien.
b)   Minta bantuan untuk mengganti balutan pada bayi dan anak kecil
c)    Jaga privasi dan tutup jendela/pintu kamar
d)   Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan. Bukan hanya pada daerah luka, gunakan selimut mandi untuk menutup pasien jika perlu.
e)    Tempatkan tempat sampah pada tempat yang dapat dijangkau. Bisa dipasang pada sisi tempat tidur.
f)    Angkat plester atau pembalut. Jika menggunakan plester angkat dengan cara menarik dari kulit dengan hati-hati kearah luka. Gunakan bensin untuk melepaskan jika perlu.
g)   Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika balutan kering atau menggunakan sarung tangan jika balutan lembab. Angkat balutan menjauhi pasien.
h)   Tempatkan balutan yang kotor dalam kantong plastik.
i)     Buka set steril
j)     Tempatkan pembungkus steril di samping luka
k)   Angkat balutan paling dalam dengan pinset dan perhatikan jangan sampai mengeluarkan drain atau mengenai luka insisi. Jika gaas dililitkan pada drain gunakan 2 pasang pinset, satu untuk mengangkat gaas dan satu untuk memegang drain.
l)     Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan luka.
m)  Buang kantong plastik. Untuk menghindari dari kontaminasi ujung pinset dimasukkan dalam kantong kertas, sesudah memasang balutan pinset dijauhkan dari daerah steril.
n)   Membersihkan luka menggunakan pinset jaringan atau arteri dan kapas dilembabkan dengan anti septik, lalu letakkan pinset ujungnya labih rendah daripada pegangannya. Gunakan satu kapas satu kali mengoles, bersihkan dari insisi kearah drain :
-     Bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah keluar .
-     Jika ada drain bersihakan sesudah insisi
-      Untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer, bersihkan dari tengah luka kearah luar, gunakan pergerakan melingkar.
o)   Ulangi pembersihan sampai semua drainage terangkat.
p)   Olesi zalf atau powder. Ratakan powder diatas luka dan gunakan alat steril.
q)   Gunakan satu balutan dengan plester atau pembalut
r)     Amnkan balutan dengan plester atau pembalut
s)    Bantu pasien dalam pemberian posisi yang menyenangkan.
t)     Angkat peralatan dan kantong plastik yang berisi balutan kotor. Bersihkan alat dan buang sampah dengan baik.
u)   Cuci tangan
v)   Laporkan adanya perubahan pada luka atau drainage kepada perawat yang bertanggung jawab.
w) Catat penggantian balutan, kaji keadaan luka dan respon pasien.
Membersihkan Daerah Drain
Daerah drain dibersihkan sesudah insisi. Prinsip membersihkan dari daerah bersih ke daerah yang terkontaminasi karena drainnya yang basah memudahkan pertumbuhan bakteri dan daerah daerah drain paling banyak mengalami kontaminasi. Jika letak drain ditengah luka insisi dapat dibersihkan dari daerah ujung ke daerah pangkal kearah drain. Gunakan kapas yang lain.

1 komentar:

  1. walaupun bukan mahasiswi keperawatan gak apa-apan nge post masalah beginian.. heee

    BalasHapus