BAB
II
KONSEP
LUKA
A. KONSEP
LUKA
1. Pengertian
Luka
adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka
adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan yang disebabkan
banyak hal atau berbagai faktor.
Luka
adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh
lain (Kozier, 1995).
Ketika
luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1.
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2.
Respon stres simpatis
3.
Perdarahan dan pembekuan darah
4.
Kontaminasi bakteri
5.
Kematian sel
2. Jenis
– jenis luka
a. berdasarkan
sifat luka, luka dibagi menjadi
1) luka
disengaja: misalnya luka terkena radiasi atau bedah
2) luka
tidak disengaja( trauma) juga dapat di bagi menjadi dua luka tertutup dan luka
terbuka. Disebut luka tertutup jika tidak terjadi robekan, sedengkan luka
terbuka jika terjadi robekan dan kelihatan seperti luka abrasio(luka akibat
gesekan), luka puncture (luka akibat
tusukan), dan hautration (luka akibat
alat perwatan luka)
(muttaqin
Arief 2009)
b. berdasarkan
penyebabnya
Menurut
Kozier, 1995, Taylor, 1997)
1)
Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada permukaan epidermis akibat
bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak
dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh
maupun benturan benda tajam ataupun tumpul.
2)
Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa
garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada
aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng,
kaca ), dimana bentuk luka teratur .
3)
Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan atau
compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini
dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak
beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan
otot.
4)
Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya
kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang menembus
lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya
menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.
5)
Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki bentuk
permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka
juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut.
6)
Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun sengatan
arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan
dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga
disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa.
c. Berdasarkan
tingkat kontaminasi
1) Luka
bersih
Luka
bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan luka
sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka
tidak ada kontak dengan orofaring,traktus respiratorius maupun traktus
genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tetap dalam keadaan bersih.
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2) Luka
bersih terkontaminasi
Luka
bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses penyembuhan
luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan
timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.
3) Luka
terkontaminasi
Luka
terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi.
Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka
laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10%
- 17%.
4) Luka
kotor
Luka
kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka
dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat
pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera,
abses dan trauma lama.
d. Berdasarkan
kedalaman dan luasnya luka
1) Stadium
I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
2) Stadium
II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
3) Stadium
III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara
klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya.
4) Stadium
IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan oto otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
e. Berdasarkan
waktu penyembuhan luka
1) Luka
akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang
telah disepakati.
2) Luka
kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat
karena faktor eksogen dan endogen.
3. Mekanisme
terjadinya luka
1)
Luka insisi (Incised
wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi
akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah
seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2)
Luka memar (Contusion
Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh
cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3)
Luka lecet (Abraded
Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan
benda yang tidak tajam.
4)
Luka tusuk (Punctured
Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk
kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5)
Luka gores (Lacerated
Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6)
Luka tembus
(Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya. pada bagian
awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya
akan melebar
7)
Luka bakar (combustio)
4. Faktor-faktor
yang mempengaruhi luka
1) Usia
Anak
dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih
sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis
dari faktor pembekuan darah.
2) Nutrisi
Penyembuhan
menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya
protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien
kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah
pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan
penyembuhan
lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
3) Infeksi
Infeksi
luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi. Sirkulasi
(hipovolemia) dan Oksigenasi Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi
penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang
memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka
lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama
untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang
yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes
millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau
gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan
mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi
untuk penyembuhan luka
4) Hematoma
Hematoma
merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh
tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal
tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat
proses penyembuhan luka.
5) Benda
asing
Benda
asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu
abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin,
jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan
yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
6) Iskemia
Iskemia
merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian
tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat
dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal
yaitu adanya
obstruksi
pada pembuluh darah itu sendiri.
7) Diabetes
Hambatan
terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi
tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan
protein-kalori tubuh.
8) Keadaan
Luka
Keadaan
khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.
Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
9) Obat
Obat
anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat
seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid
: akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
b. Antikoagulan
: mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik
: efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup,
tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
B. PENYEMBUHAN
LUKA
Tubuh yang sehat
mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan mamulihkan dirinya. Peningkatan
aliran darah kedaerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing serta
perkembangan awal seluluer bagian dari proses penyembuhan luka. Proses
penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan
perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh,
melindungi area luka yang bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan,dapat
membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor,1997).
Penyembuhan luka
didefinisikan oleh Wound Healing Society (WHS) sebagai suatu yang
kompleks dan dinamis sebagai akibat dari pengembalian kontinitas dan fungsi
anatomi. Berdasarkan WHS suatu penyembuhan luka yang ideal adalah kembali normalnya
struktur , fungsi dan anatomi kulit. Batas waktu penyembuhan luka ditentukan
oleh tipe luka dan lingkungan instrinsik maupun ekstrinsik. Penyembuhan luka
bisa berlangsung cepat. Pada luka bedah dapat diketahui adanya sintesis kolagen
dengan melihat adanya jembatan penyembuhan dibawah jahitan yang mulai menyatu.
Jembatan penyembuhan ini muncul pada hari kelima sampai ketujuh post operasi (Black
& Jacobs, 1997).
Jahitan biasanya
diangkat pada saat sudah terlihat adanya tensil strengt yang mendekatkan
tepi luka. Pengangkatan jahitan ini tergantung usia, status nutrisi dan lokasi
luka. Jahitan biasanya diangkat pada hari ke enam sampai ketujuh post operasi
untuk menghindari terbentuknya bekas jahitan (suture marks) walaupun
pembentukan kolagen sampai jahitan menyatu berakhir hari ke-21 (Taylor,C,1997).
Kolagen sebagai jembatan penyembuhan ini muncul pada hari ke-5 sampai ke-7 post
operasi. Bila lebih dari 7 hari berarti terjadi perlambatan sintesis kolagen
yang berarti penyembuhan luka lambat (Black & Jacobs, 1997).
Suatu luka
bersih akan tetap bersih bila dilakukan persiapan operasi yang baik dan tehnik
pembedahan yang baik serta perawatan luka post operasi yang baik pula.
Pemberian antibiotik peroral yang adekuat mampu mencegah terjadinya infeksi
sehingga meski tanpa cairan antiseptik proses penyembuhan luka dapat tetap
terjadi (Kartono, dikutip oleh Oetomo, 1994)
1. Prinsip
penyembuhan luka
Prinsip
Penyembuhan Luka
Ada
beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:
a. Kemampuan
tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan
keadaan umum kesehatan tiap orang,
b. Respon
tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga,
c. Respon
tubuh secara sistemik pada trauma,
d. Aliran
darah ke dan dari jaringan yang luka
e. Keutuhan
kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan
diri dari mikroorganisme, dan
f. Penyembuhan
normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.
2. Faktor-faktor
yang mempengaruhi penyembuhan luka
a. Faktor
yang mempercepat penyembuhan luka terdiri dari (Kozier, 1995 & Taylor,1997)
1) Pertimbangan
perkembangan
Anak
dan orang dewasa lebih cepat lebih cepat penyembuhan luka daripada orang tua.
Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati yang
dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah (Kozier, 1995).
2) Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian metabolisme
pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya Protein, Karbonhidrat, Lemak, Vitamin
dan Miniral (Fe, Zn) Bila kurang nutrisi diperlukan waktu untuk memperbaiki
status nutrisi setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan
resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak
adekwat (Taylor, 1997).
3)
Infeksi
Ada tidaknya infeksi pada luka merupakan penentu dalam
percepatan penyembuhan luka. Sumber utama infeksi adalah bakteri. Dengan adanya
infeksi maka fase-fase dalam penyembuhan luka akan terhambat.
4)
Sirkulasi dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka.
Saat kondisi fisik lemah atau letih maka oksigenasi dan sirkulasi jaringan sel
tidak berjalan lancar. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak
yang memiliki sedikit pembuluh darah berpengaruh terhadap kelancaran sirkulasi
dan oksigenisasi jaringan sel. Pada orang gemuk penyembuhan luka lambat karena
jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah Infeksi dan lama untuk sembuh.
Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa yang mederita gangguan pembuluh
darah prifer, hipertensi atau DM. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang
menderita anemia atau gangguan pernafasan kronik pada perokok.
5)
Keadaan luka
Kedaan kusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan
efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu dengan
cepat. Misalnya luka kotor akan lambat penyembuhannya dibanding dengan luka
bersih.
6)
Obat
Obat
anti inflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparin dan anti
neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama
dapat membuat tubuh seseorang rentan terhadap Infeksi luka. Dengan demikian
pengobatan luka akan berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang lebih lama.
b. Faktor
yang memperlambat penyembuhan luka
Tidak adanya
penyembuhan luka akibat dari kerusakan pada satu atau lebih dari proses
penyembuhan normal. Proses ini diklasifikasikan menjadi faktor Intrinsik dan
ekstrinsik (Black & Jacob’s, 1997).
1)
Faktor Intrinsik
Ketika luka terinfeksi, respon inflamatori berlangsung
lama dan penyembuhan luka terlambat. Luka tidak akan sembuh selama ada infeksi.
Infeksi dapat berkembang saat pertahanan tubuh lemah. Diagnosa dari infeksi
jika nilai kultur luka melebihi nilai normal. Kultur memerlukan waktu 24-48 jam
dan selama menunggu pasien di beri antibiotika spektrum luas. Kadang-kadang
benda asing dalam luka adalah sumber infeksi. Suplai darah yang adekuat perlu
bagi tiap aspek penyembuhan. Suplai darah dapat terbatas karena kerusakan pada
pembulu darah Jantung/ Paru. Hipoksia mengganggu aliran oksigen dan
nutrisi pada luka, serta aktifitas dari sel pertumbuhan tubuh. Neutropil memerlukan
oksigen untuk menghasilkan oksigen peroksida untuk membunuh patogen.
Demikian juga fibroblast dan fagositosis terbentuk lambat.
Satu-satunya aspek yang dapat meningkatkan penyembuhan luka pada keadaan
hipoksia adalah angio genesis.
2)
Faktor ektrinsik dapat
memperlambat penyembuhan luka meliputi malnutrisi, perubahan usia dan penyakit
seperti diabetes melitus.
Malnutrisi dapat mempengaruhi beberapa
area dari proses penyembuhan. Kekurangan protein menurunkan sintesa dari
kolagen dan leukosit. Kekurangan lemak dan karbonhidrat memperlambat semua fase
penyembuhan luka karena protein di rubah menjadi energi selama malnutrisi.
Kekurangan Vitamin menyebabkan terlambatnya produksi dari kolagen, respon
imun dan respon koagulasi.
Pasien tua yang mengalami penurunan
respon inflamatari yang memperlambat proses penyembuhan. Usia tua menyebabkan
penurunan sirkulasi migrasi sel darah putih pada sisa luka dan fagositasis terlambat.
Ditambah pula kemungkinan Pasien mengalami gangguan yang secara bersamaan
menghambat penyembuhan luka seperti Diabetes Melitus.
Diabetes Melitus adalah gangguan yang
menyebabkan banyak pasien mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan karena
gangguan sintesa kolagen, angiogenesis dan fagositosis.
Peningkatan kadar glucosa mengganggu transport sel asam askorbat kedalaman
bermacam sel termasuk fibroblast dan leukosit. Hiperglikemi juga
menurunkan leukosit kemotaktis, arterosklerosis, kususnya
pembuluh darah kecil, juga pada gangguan suplai oksigen jaringan.
Neurapati diobotik mrupakan gangguan penyembuhan lebih lanjut dengan mengganggu komponen neurologis
dari penyembuhan. Kontrol dari gulu darah setelah operasi memudahkan
penyembuhan luka secara normal.
Merokok adalah gangguan Vaso
kontriksi dan hipoksia karena kadar Co2 dalam rokok serta membatasi
suplai oksigen ke jaringan. Merokok meningkatkan arteri sklerosis dan platelet
agregasi. Lebih lanjut kondisi ini membatasi jumlah oksigen dalam luka.
Penggunaan steroid memperlambat
penyembuhan dengan menghambat kologen sintesis, Pasien yang minum
steroid mengalami penurunan strenght luka, menghambat kontraksi dan
menghalangi epitilisasi.
Untungnya Vitamin A ada untuk
meningkatkan penyembuhan luka yang terhambat karena gangguan atau penggunaan steroid.
3. Jenis-jenis
penyembuhan luka
a. Healing
by Primary Intention (Penutupan luka primer)
Penutupan
ini akan merapatkan jaringan yang terputus dengan bantuan benang, klip dan
verban perekat. Setelah beberapa waktu, maka sintesis, penempatan dan
pengerutan jaringan kolagen akan memberikan kekuatan dan integritas pada
jaringan tersebut. Pertumbuhan kolagen tersebut sangat penting pada tipe
penyembuhan ini. Pada penutupan primer tertunda, perapatan jaringan ditunda
beberapa hari setelah luka di buat atau terjadi. Penundaan penutupan luka ini
bertujuan mencegah infeksi pada luka-luka yang jelas terkontaminasi oleh
bakteri atau yang mengalami trauma jaringan yang hebat.
b.
Fase-fase dalam intention
primer :
1)
Fase inisial berlangsung
3-5 hari
Sudut insisi merapat, migrasi sel-sel epitel,mulai
pertumbuhan sel
2)
Fase granulasi (5 hari – 4 mg)
Fibroblas bermigrasi kedalam
bagian luka dan mensekresi kolagen. Selama fase granulasi luka
berwarna merah muda dan mengandung pembuluh darah. Tampak granula-granula merah.
Luka beresiko dehiscence dan resisten terhadap infeksi. Epitelium pada
permukaan tepi luka mulai terlihat. Dalam beberapa hari lapisan epithelium yang
tipis akan bermigrasi menyebrangi permukaan luka. Epitel menebal dan mulai
matur dan luka mulai merapat. Pada luka superficial, reepitelisasi terjadi
3-5 hari.
3)
Fase kontraktur scar (7
hari – beberapa bulan)
Serabut-serabut kolagen terbentuk dan terjadi proses
remodeling. Pergerakan miofibroblast yang aktif menyebabkan kontraksi
area penyembuhan, menutup defek dan membawa ujung kulit tertutup bersama-sama. Skar
yang matur selanjutnya terbentuk. Skar yang matur tidak mengandung
pembuluh darah dan pucat, serta lebih terasa nyeri dari pada fase granulasi
c.
Healing by Secondary Intention (Penutupan luka sekunder) .
Luka yanmg terjadi dari trauma, ulserasi dan infeksi
dan memiliki sejumlah besar eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan
kehilangan jaringan yang cukup luas menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi
inflamasi dapat lebih besar dari pada penyembuhan luka. Kegagalan penutupan
sekunder dari luka terbuka akan berakibat terbentuknya luka terbuka kronis
d.
Healing by Tertiary Intention (Penutupan luka tertier)
Adalah intension primer yang tertunda. Terjadi
karena dua lapisan jaringan granulasi dijahit bersama-sama. Ini terjadi ketika
luka yang terkontaminasi, terbuka dan dijahit rapat setelah infeksi
dikendalikan. Juga dapat terjadi ketika luka primer mengalami infeksi, terbuka
dan dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan kemudian dijahit. Intension
tersier biasanya mengakibatkan skar yang lebih luas dan lebih dalam
dari pada intension primer atau sekunder.
4. Fase-fase penyembuhan luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini
juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan
seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995).
Menurut Kozier, 1995
1)
Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka
dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu
hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase
konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan
fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka.
Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi
kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka.
Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi
luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke
tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan
mencegah masuknya mikroorganisme Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh
darah dan respon seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan
jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan
nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka
tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama
neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag
yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka.
Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut
pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang
merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF
bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat
penting bagi proses penyembuhan
2)
Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari
ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan
sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah
pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut
proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi
protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang
meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka
terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis
irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang
memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
Fibroblast berpindah dari pembuluh darah
ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan
berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.
3)
Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan
berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen.
Kolagen menjalin dirinya , menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas
luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.
5. Penanganan
medis penyembuhan luka
a) Stimulasi elektrik : stimulate DNA sintesis, aliran darah,
prolierasi fibroblas dan mendorong migrasi sel epitel.
b) HBO (hiperbarik oksigen) : memberikan oksigen dengan kadar tinggi.
Menaikkan kandungan oksigen jaringan
yang luka sehingga nutri dan fibroblas meningkat.
c) Pemberian hormon pertumbuhan
d) Rawat luka
6. Komplikasi
penyembuhan luka
Meliputi
Infeksi, pendarahan, dehiscence dan evicerasi (Kozier, 1995,
Taylor, 1997)
1)
Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma,
selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari Infeksi sering muncul
dalam 2-7 hari setelah pembedahan.gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent,
peningkatan drainage, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling
luka, peningkatan suhu, dan peningkatan leukosit.
2)
Pendarahan
Dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku
pada garis jahitan, infeksi atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing
(seperti darain). Hipovolemia mungkin tidak cepat tampak, sehingga balutan jika
mungkin harus sering di lihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap
8 jam setelah itu. Jika terjadi perdarahan yang berlegihan, penambahan tekanan
luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan & intervensi pembedahan
mungkin diperlukan.
3)
Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan
Eviscerasi adalah komplikasi post operasi yang serius. Dehiscence yaitu
terbukanya lapisan luka partial. Eviscerasi yaitu keluarnya pembulu
kapiler melalui daerah irisan.
Sejumlah faktor meliputi ; kegemukan,
kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, bentuk yang berlebihan,
muntah dan dehidrasi dapat mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.
Ketika dehiscence & eviscerasi terjadi
luka, harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar kompres dengan
normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah
luka
7.
Jenis-jenis Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan
yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal. Sebelumnya
persiapkan alat-alat seperti, Bahan katun, Kasa-Benang jahitan, Sarung tangan
steril
a. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat
tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung
terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam
proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah
berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
b. Pemberian
Antibiotik
Prinsipnya
pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi
atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
c. Jahit
sesuai lapis demi lapis Sub cutis: pakai plain (benang diserap) Cutis : pakai
silk (benang yang tak diserap) Tutup dengan kasa steril
d. Pengangkatan
Jahitan
Jahitan
diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan
tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia,
kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton,
1990:44).
Tabel
1. Waktu Pengangkatan Jahitan
No
|
Lokasi
|
Waktu
|
1
|
Kelopak mata
|
3 hari
|
2
|
Pipi
|
3-5 hari
|
3
|
Hidung, dahi, leher
|
5 hari
|
4
|
Telinga,kulit kepala
|
5-7 hari
|
5
|
Lengan, tungkai, tangan,kaki
|
7-10+ hari
|
6
|
Dada, punggung, abdomen
|
7-10+ hari
|
Sumber.
Walton, 1990:44
8. Perkembangan perawatan luka
Prinsip penanganan luka saat ini meliputi beberapa hal (Burnsurgery,
2004)
a.
Mengontrol infeksi
Isolasi substansi tubuh dan tehnik cuci
tangan yang baik dan benar. Sarung tangan yang bersih atau steril dan balutan
steril. Instrumen steril untuk mengganti balutan.
Krasher dan Kennedi (1994) melakukan
metode alternatif dalam mengganti balutan dengan kombinasi tehnik steril dan
non steril. Merujuk ke teknik “tidak boleh disentuh” adalah sebagai berikut :
1)
Gunakan dua pasang sarung tangan
tidak steril, kasa steril ukuran 4×4 , normal salin (Nacl 0,9%) steril.
2)
Sarung tangan pertama digunakan
untuk membuka bantuan luka yang kotor, kemudian lepaskan dan cuci tangan.
3)
Buka peralatan steril menggunakan
tehnik steril.
4)
Kenakan sarung tangan kedua, tuang
normal saline di atas luka dengan menampung waskom dibawah luka.
5)
Pegang kasa steril pada
sisanya/pinggir luka, bagian depan (yang menyentuh luka) jangan samapai
tersentuh oleh tangan yang mengenakan sarung tanga tidak steril.
6)
Bersihkan luka dengan gerakan
sirkuler/ melingkar diawali dari bagian dalam luka kearah luar. Untuk tiap
putaran kasa diganti dengan yang baru.
7)
Bersihkan dan keringkan juga
disekeliling luka.
8)
Tutup kembali luka dengan
meletakkan balutan di atasnya, pegang sisi/sudut balutan penutup dan letakkan
bagian yang tidak tersentuh di atas permukaan luka.
9)
Tutup dengan balutan transparan,
tulis tunggal, jam dan initial balutan.
Gunakan Sodium Clorida 0,9% untuk irigasi dan bersihkan
luka. Minimalkan trauma dengan gosokan luka secra hati-hati. Ganti balutan baru
setiap kali membersihkan luka.
b.
Moist wound healing (penyembuhan luka dengan kondisi lembab) Kondisi fisiologis jaringan
adalah dengan kondisi hidrasi yang seimbang untuk mempertahankan kelembaban.Kondisi
yang lembab memfasilitasi pertumbuhan jaringan yang baru (granulasi). Keadaan
ini biasanya dapat terjaga dengan baik bila kondisi kulit utuh. Namun inilah
masalahnya dimana kulit sudah mengalami kerusakan dan gagal melakukan
fungsinya. Untuk itu seorang perawat memikirkan bagai mana mempertahankan
kondisi hidrasi luka yang sudah kehilang perlindungan yaitu kulit, dan bahan
apa yang dapat menggantikan kulit tersebut.
9. Pengkajian luka
a)
Lokasi
Lokasi luka dapat mempengaruhi
penyembuhan luka, dimana tidak semua lokasi tubuh mendapatkan peredaran darah
yang sama. Ditinjau dari prinsip fisiologis, pada bagian tubuh yang memiliki
pembuluh darah yang banyak akan mendapatkan aliran darah yang banyak. Hal ini
akan mendukung penyembuhan luka lebih cepat dibandingkan dari bagian tubuh yang
lebih sedikit mendapat aliran darah.
b)
Ukuran luka
Diukur panjang, lebar dan diameternya
bila bentuk luka bulat dengan sentimeter, gambarkan bentuk luka tersebut dengan
lembar transparan yang telah dicatat berpola kotak-kotak berukuran sentimeter.
c)
Kedalaman luka
Kedalaman luka dapat diukur dengan
kapas lidi steril yang sudah dilembabkan dengan normal saline, masukan dengan
hati-hati kedalam luka dengan posisi tegak lurus (90o) hingga kedasar luka.
Beri tanda pada lidi sejajar dengan permukaan kulit disekitar luka. Ukur dengan
sentimeter.
d)
Gowa atau terowongan
Gowa dan terowongan dapat diketahui
denga melakukan palpas jaringan disekeliling pinggir luka, dimana akan teraba tenderness/perlukan.
Masukan saline melalui mulut lubang ke dasar luka/ujung terowongan. Beri tanda
pada lidi sejajar dengan permukaan kulit disekitar luka. Beri tekanan /palpasi
dengan hati-hati dan kaji saluran yang abnormal tersebut. Jangan pernah menggunakan
kekuatan dorongan yang berlebilan bila menggunakan kapas lidi. Ukur lokasi dan
kedalaman lubang/penetrasi. Untuk penentuan lokasi ditetepkan dengan
pola arah jarum jam dengan pusat pada tengah luka dan jam 12 sesuai garis
anatomis sumbu tubuh manusia. Misalnya lokasi mulut lubang terdapat pada posisi
jam 8 dengan kedalaman 5 cm atau dapat dibuatkan gambar jam dengan tanda pada
posisi jam 8
e)
Warna dasar luka
Warna dasar luka sangat penting dikaji
karena berhububungan dengan penentuan terapi topikal dan jenis balutan luka.
Ada beberapa macam warna dasar luka
yang membutuhkan perlakuan spesifik terhadap masing-masing sesuai warna dasar
tersebut.
1)
Nekrotik
Biasanya warna dasar hitam, tampak
kering dan keras disebut keropeng. Kering tidak berarti jaringan dibawahnya
tidak terinfeksi atau tidak ada sksudat, ini tidak dapat dipastikan tanpa
dilakukan palpasi terlebih dahulu. Dengan melakukan palpasi dapat dirasakan ada
tenderness atau tidak dibawah jaringan keropang tersebut dan disekitar
luka teraba panas dan tampak tanda radang disekelilingnya yang perlu
diperhatikan. Dan juga tidak terlepas dari keluhan penderita apakah merasa
nyeri berdenyut dibawah jaringan nekroit tersebut. Untuk luka seperti ini
membutuhkan suasana yang lembab sehingga nekrotik yang kering tersebut
dapat lepas dengan sendirinya. Jenis balutan yang baik adalah hidrogel.
Diatasnya diletakan kasa dan balutan transparan.
2)
Sloughy
Warna dasar luka ini tampak kekuningan,
sangat eksudatif atau tampak berair/basah. Sloughy ini harus diangkat
dari permukaan luka karena jaringan ini juga sedang mengalami nekrotik, dengan
demikian pada dasar luka akan tumbuh jaringan granulasi buntuk proses
penyembuahan. Untuk luka seperti ini dibutuhkan hydrogen untuk melepas jaringan
nekroit. Gunakan hydrofiber untuk menyerap eksudat yang berlebihan
sehingga tercipta lingkungan yang konduksif. (moist/lembab) untuk proses
panyembuhan luka. Bila luka mudah berdarah lebih baik digunakan calcium
alginate. Hydrofiber yang mengandung calcium alginato dapat
menghentikan pendarahan dengan segera.
3)
Granulasi
Warna dasar luka ini adalah merah.
Perlu diketahui bahwa ini merupakan pertumbuhan jaringan yang baik, namun tidak
dapay dibiarkan tanpa pambalut. Tetap harus diberi pelindung sebagai pengganti
kulit utuk mencegah kontaminasi dari dunia luar dan menciptakan kondisi
lingkungan luka yang baru untuk pertumbuhan sel granulasi tersebut. Biasanya
luka ini sangat mudah berdarah. Boleh diberikan balutan hydrogen dan
apabila eksudat banyakdapat digunakan hydrofiber yang mengandung calcium
alginate labih efektif.
4)
Epitelisasi
Warna dasarnya adalah pink,
kadang-kadang sebagian luka ini masih dalam proses glanulasi. Untuk itu
perlu pemilihan balutan yang dapat mendukung mutasi sel yaitu douderm tipis
(extra thin). Balutan ini berbentuk wafer/padat, tidak berbentuk
seruk, namun cukup lunak dan nyaman diletakan diatas permukaan luka dan tidak
menimbulkan trauma terghadap luka, dapat juga menyetap eksudut yang minimal
melindungi luka dari kontaminasi
10.
Bahan yang digunakan untuk
perawatan luka
a.
Sodium Clorida 0,9%
Sodium Clorida 0,9% adalah larutan
fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena tidak ada reaksi hiper sensi
tivitas terhadap Sodium Clorida (Nacl). Normal saline aman digunakan untuk
kondisi apapun (Liley & Aucker, 1999). Natrium dan clorida sama seperti
plasma darah. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handarson, 1992).
Nacl tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah Sodium
Clorida 0,9%.
Merupakan larutan isotonis aman untuk
tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga
kelembapan sekitar luka dan membantu proses penyembuhan luka serta mudah
didapat dengan harga relatif murah. (http://promise. Com/wound care/).
Hanya normal saline solutio yang di rekomondasikan oleh American
Health Care Police and Research ( ALICPR) untuk perawatan luka seperti
membersihkan dan membalut luka.
Normal saline fisiologis tidak akan
merusak kulit dan secara adekuat menjaga kebersihan luka (Black, JM &
Jacob’s, EM, 1997).
b.
Povidine Iodine
Povidine Iodine adalah elemen non
metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang di kombinasi dengan bahan lain.
Walaupun Iodine bahan non metalik, Iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau
metalik dan bau yang jelas. Iodine hanya larut sedikit di air tetapi dapat
larut keseluruhan dalam alkohol (Lilley & Auker, 1999).
Larutan ini akan melepaskan Iodine
anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga cocok untuk
luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif, spora, jamur dan
protozoa. Bahan ini agak iritan dan alargen serta maninggalkan residu (Sodikin,
2002).
Studi menunjukkan bahwa antiseptik
seperti Povidine Iodine toxic terhadap sel (Tompson, J, 2001). Iodine dengan
konsentrasi > 3% dapat memberi rasa panas pada kulit. Rosa terbakar akan
nampak ketika daerah yang di rawat ditutup dengan balutan Oklusif kulit dapat
ternoda serta nyeri pada sisi luka (Lilley & Aucker, 1999). Povidine Iodine
10% mempunyai aktivitas baktericida yang baik terhadap bakteri yang ada di
kulit dan kelenjar keringat yang kemudian pada kulit sering timbul resida atau
sisa warna Iodine (Oetomo, Ks, 1994).
C. MERAWAT LUKA
1.
Pengertian
Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit,
membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur,
luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit
2.
Tujuan
a.
Mencegah infeksi dari masuknya
mikroorganisme ke dalam kulit dan membran mukosa
b.
Mencegah bertambahnya kerusakan
jaringan
c.
Mempercepat penyembuhan
d.
Membersihkan luka dari benda asing
atau debris
e.
Drainase untuk memudahkan
pengeluaran eksudat
f.
Mencegah perdarahan
g.
Mencegah excoriasi kulit sekitar
drain.
3.
Persiapan alat
a.
Set steril yang terdiri atas :
- Pembungkus
- Kapas atau kasa untuk membersihkan luka
- Tempat untuk larutan
- Larutan anti septic
- 2 pasang pinset
- Gaas untuk menutup luka.
b.
Alat-alat yang diperlukan lainnya
seperti : extra balutan dan zalf
c.
Gunting
d.
Kantong tahan air untuk tempat balutan
lama
e.
Plester atau alat pengaman balutan
f.
Selimut mandi jika perlu, untuk
menutup pasien
g.
Bensin untuk mengeluarkan bekas
plester
4.
Cara kerja
a)
Jelaskan kepada pasien
tentang apa yang akan dilakukan. Jawab pertanyaan pasien.
b)
Minta bantuan untuk
mengganti balutan pada bayi dan anak kecil
c)
Jaga privasi dan tutup
jendela/pintu kamar
d)
Bantu pasien untuk
mendapatkan posisi yang menyenangkan. Bukan hanya pada daerah luka, gunakan
selimut mandi untuk menutup pasien jika perlu.
e)
Tempatkan tempat sampah
pada tempat yang dapat dijangkau. Bisa dipasang pada sisi tempat tidur.
f)
Angkat plester atau
pembalut. Jika menggunakan plester angkat dengan cara menarik dari kulit dengan
hati-hati kearah luka. Gunakan bensin untuk melepaskan jika perlu.
g)
Keluarkan balutan atau surgipad
dengan tangan jika balutan kering atau menggunakan sarung tangan jika balutan
lembab. Angkat balutan menjauhi pasien.
h)
Tempatkan balutan yang
kotor dalam kantong plastik.
i)
Buka set steril
j)
Tempatkan pembungkus
steril di samping luka
k)
Angkat balutan paling
dalam dengan pinset dan perhatikan jangan sampai mengeluarkan drain atau
mengenai luka insisi. Jika gaas dililitkan pada drain gunakan 2 pasang pinset, satu
untuk mengangkat gaas dan satu untuk memegang drain.
l)
Catat jenis drainnya
bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan luka.
m)
Buang kantong plastik. Untuk menghindari dari
kontaminasi ujung pinset dimasukkan dalam kantong kertas, sesudah memasang
balutan pinset dijauhkan dari daerah steril.
n)
Membersihkan luka
menggunakan pinset jaringan atau arteri dan kapas dilembabkan dengan anti
septik, lalu letakkan pinset ujungnya labih rendah daripada pegangannya. Gunakan
satu kapas satu kali mengoles, bersihkan dari insisi kearah drain :
- Bersihkan
dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah keluar .
- Jika
ada drain bersihakan sesudah insisi
- Untuk luka yang tidak teratur seperti
dekubitus ulcer, bersihkan dari tengah luka kearah luar, gunakan pergerakan
melingkar.
o)
Ulangi pembersihan
sampai semua drainage terangkat.
p)
Olesi zalf atau powder.
Ratakan powder diatas luka dan gunakan alat steril.
q)
Gunakan satu balutan
dengan plester atau pembalut
r)
Amnkan balutan dengan
plester atau pembalut
s)
Bantu pasien dalam
pemberian posisi yang menyenangkan.
t)
Angkat peralatan dan
kantong plastik yang berisi balutan kotor. Bersihkan alat dan buang sampah
dengan baik.
u)
Cuci tangan
v)
Laporkan adanya
perubahan pada luka atau drainage kepada perawat yang bertanggung jawab.
w)
Catat penggantian
balutan, kaji keadaan luka dan respon pasien.
Membersihkan Daerah Drain
Daerah drain dibersihkan sesudah
insisi. Prinsip membersihkan dari daerah bersih ke daerah yang terkontaminasi
karena drainnya yang basah memudahkan pertumbuhan bakteri dan daerah daerah
drain paling banyak mengalami kontaminasi. Jika letak drain ditengah luka
insisi dapat dibersihkan dari daerah ujung ke daerah pangkal kearah drain.
Gunakan kapas yang lain.
walaupun bukan mahasiswi keperawatan gak apa-apan nge post masalah beginian.. heee
BalasHapus